Diplomasi KA Cepat Xi Jinping

Posted: April 28, 2015 in Politik, Tiongkok
Tags: ,

Diplomasi KA Cepat Xi Jinping

Oleh: Ahmad Syaifuddin Zuhri*

Koran Jakarta, 27 April 2015

Di sela pertemuan KAA ke-60, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping. Pertemuan yang membahas sejumlah topik. Mulai dari tindak lanjut pertemuan di Beijing November dan Maret lalu sampai keterlibatan Tiongkok dalam proyek-proyek infrastruktur di Indonesia.

Jokowi ingin memastikan realisasi keterlibatan Negeri Tirai Bambu dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia. Meliputi pembangunan 24 pelabuhan, 15 pelabuhan udara, pembangunan jalan sepanjang 1.000 kilometer, pembangunan jalan kereta sepanjang 8.700 km, dan pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 35.000 MW. Selain itu, Tiongkok juga akan terlibat dalam pembangunan kereta api (KA) cepat Jakarta-Bandung dan Jakarta-Surabaya.

Rencana pemerintah RI membangun proyek kereta api super cepat atau High Speed Railway (HSR) Jakarta-Bandung dan Jakarta-Surabaya menjadi incaran strategis dua raksasa negara Asia Timur: Tiongkok dan Jepang. Yang paling agresif saat ini adalah pemerintah Tiongkok.

Selama ini ketika kita menyebut Tiongkok dalam hal produk ekspor, adalah identik dengan barang-barang kecil yang murah seperti mainan, produk tekstil dan lain sebagainya. Akan tetapi, Tiongkok mulai punya brand baru dalam ekspor utama negara tersebut yakni kereta api super cepat (HSR). Saat ini Tiongkok menjadi kekuatan baru dalam teknologi kereta super cepat di dunia.

Kereta api cepat Tiongkok atau disebut dengan Gaotie (China Rail Highway) dengan kecepatan rata-rata 300 km per jam. Dimulai sejak 2008 dengan rute Beijing-Tianjin sepanjang sekitar 120 km dengan jarak tampuh sekitar 33 menit.

Hanya dalam waktu tujuh tahun (2008-2015), Tiongkok sudah membangun 16.000 km dan akan ditambah lagi 16.000 km sampai tahun 2020 dengan jalur rel yang sebagian besar jalur layang. Jalur tersebut melengkapi jalur kereta biasa sepanjang sekitar 120.000 km yang sudah melintasi negara tersebut. Dari 31 propinsi di negara tersebut, saat ini setidaknya sudah 28 kota sudah terkoneksi dengan jaringan kereta api cepat ini.

Saat ini tidak ada simbol yang lebih baik dalam aspek pembangunan Tiongkok selain kemampuan dalam pembangunan kereta super cepat. Padahal, selama lebih dari satu dekade sebelumnya, Tiongkok masih mengimpor teknologi dari luar negeri seperti Jepang, Perancis dan Jerman.

Dengan strategi introduction, digestion, absorption and innovation” industri perkeretaapian negara itu melesat cepat melalui dua perusahaan China North Railway Corp (CNRP) dan China South Railway (CSR). Dua perusahaan BUMN Tiongkok produsen kereta api yang melakukan merjer awal Maret lalu dan saat ini menguasai 10 persen pasar global.

Dengan kesuksesan di dalam negeri, Tiongkok sangat berambisi bisa melebarkan kemajuan teknologi HSR ke seluruh dunia dengan berkompetisi dengan pendahulunya seperti Kawasaki Jepang, Korsel, Siemens Jerman, Alstom Perancis dan Bombardier Kanada.

Walaupun sebagai pendatang baru, Tiongkok menjadi kompetitor baru yang mulai mengancam para produsen pendahulunya. Dikutip dari Firma konsultan transportasi Jerman, SCI Verkehr, mengatakan bahwa kelebihan Tiongkok diantara perusahaan lainnya adalah harga HSR yang kompetitif dan pengiriman yang cepat.

Saat ini terdapat lebih dari 20 negara yang mulai intens untuk memesan produk HSR dari Tiongkok seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Inggris, Rusia, AS, India, Brasil dan beberapa negara Afrika. Sementara yang sudah deal seperti jalur Ankara-Istanbul, Turki dan Haramain, Arab Saudi.

Ekspansi HSR Tiongkok juga sejalan dari proyek negara tersebut yang menginisiasi proyek Jalur Sutra Maritim dan Jalur Sutra Baru Abad 21 yang dikenalkan oleh Presiden Xi Jinping sejak 2013. Tahun ini mulai realisasi dengan menghubungkan Tiongkok dengan negara-negara Asia Tengah sampai Eropa.

Sedangkan di sisi selatan, dari Tiongkok ke wilayah ASEAN seperti Thailand, Malaysia dan Singapura yang pembangunannya dimulai tahun 2015 ini juga. Menurut Bea Cukai Tiongkok, tahun lalu negara itu sudah mengekspor peralatan kereta api sekitar 26.77 miliar yuan atau USD 4.36 juta meningkat lebih dari 22.6 persen dari tahun sebelumnya.

Oleh karena itu pemerintah Tiongkok menjadikan ekspansi HRS ke luar negeri menjadi salah satu poin utama dalam kebijakan luar negerinya saat ini dengan didukung oleh pembiayaan dan sumber daya dari negara tersebut.

Awal November 2014 lalu, sebuah konsorsium perusahaan Tiongkok yang dipimpin oleh CRCC memenangkan kontrak senilai US$ 3,7 miliar untuk membangun rel kereta cepat di Meksiko. Kontrak yang kemudian dibatalkan beberapa hari setelah ditemukan bukti adanya korupsi oleh pejabat Meksiko. Namun, kontrak yang batal itu masih merupakan pertanda adanya permintaan terhadap teknologi perkeretaapian Tiongkok.

Kereta api Tiongkok juga tak terbatas hanya untuk negara berkembang saja. Di tahun yang sama, otoritas kereta api Boston, Amerika Serikat, menandatangani kontrak dengan CNP Corporation asal Tiongkok untuk membuat 284 gerbong kereta bawah tanah.

Selain untuk menstimulasi permintaan manufaktur domestik terhadap produk baja lewat ekspor peralatan kereta api, pemimpin Tiongkok juga berharap bahwa kesepakatan kontrak proyek ini juga menguntungkan mereka dalam ranah soft power.

Dalam hukum ekonomi berlaku ketentuan mutlak, transportasi yang efektif menekan biaya, sedangkan transportasi buruk meningkatkan harga. Aksioma ini dipahami betul oleh Tiongkok. Tapi bagi kekuatan ekonomi terbesar kedua dunia itu, transportasi bukan hanya soal ekonomi melainkan juga sebagai alat dalam pengaruh politik.

Dengan modal ekonomi, teknologi dan sumber daya yang kuat. Diplomasi HSR Tiongkok saat ini mulai menggeliat dan melaju cepat sebagai bagian dari soft power untuk pencitraan dan pengaruh negara tersebut di ranah global. Keberhasilan Tiongkok dalam kereta api berkecepatan tinggi memperkuat soft power-nya untuk membuktikan bahwa Tiongkok tidak hanya bisa mengekspor “Made in China” yang selama ini identik dengan barang murah seperti mainan atau sepatu.

Terkait pembiayaan, jika Jepang menawarkan skema pembiayaan 10 persen swasta, 74 persen  pembiayaan dari BUMN khusus yang dibentuk untuk proyek ini dan pemerintah berkontribusi 16 persen. Sementara Tiongkok, penawaran pembangunan kereta cepat oleh presidennya langsung, siap dengan pembiayaan penuh. “Pemerintah Tiongkok sudah sepakat akan membangun kereta api cepat Jakarta-Bandung, dan terbuka kemungkinan juga untuk Jakarta-Surabaya,” kata Xi Jinping

Tentu saja, tawaran Tiongkok bukan sebatas proyek amal dan kerjasama gratis. Tiongkok saat ini sangat membutuhkan pasokan energi untuk kebutuhan dalam negerinya yang semakin meningkat. Tiongkok menawarkan akan menanggung seluruh biaya proyek kereta api akan tetapi sebagai imbalan ia mendapat sumber daya alam atau energi yang tak dimiliki. Tongkok lebih tertarik investasi bila negara tujuan terlibat membayar dengan sumber daya alam yang mereka miliki ketimbang membantu investasi modal.

Dan Indonesia, jangan hanya menerima investasi Tiongkok tersebut taken of granted tapi bagaimana dengan meningkatkan posisi tawar, strategis dan cerdas bisa saling menguntungkan seperti transfer teknologi dan pendayagunaan SDM lokal serta paling penting, tidak mengabaikan kepentingan nasional bangsa.

*Mahasiswa Pascasarjana Program Hubungan Internasional, Nanchang University, Nanchang, Tiongkok

Tautan: http://www.koran-jakarta.com/?30558-diplomasi+ka+cepat+xi+jinping

Leave a comment